Sabtu, 30 April 2011

::: Makna Sabar :::

Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu’min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)

Sekilas Tentang Hadits

Hadits ini merupakan hadits shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Suhaib dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh :

- Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqa’iq, Bab Al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999.
- Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412.
- Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadits no 2777.

Makna Hadits Secara Umum

Hadits singkat ini memiliki makna yang luas sekaligus memberikan definisi mengenai sifat dan karakter orang yang beriman. Setiap orang yang beriman digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah ‘ajaban’ ( عجبا ). Karena sifat dan karakter ini akan mempesona siapa saja.
Kemudian Rasulullah SAW menggambarkan bahwa pesona tersebut berpangkal dari adanya positif thinking setiap mu’min. Dimana ia memandang segala persoalannya dari sudut pandang positif, dan bukan dari sudut nagatifnya.

Sebagai contoh, ketika ia mendapatkan kebaikan, kebahagian, rasa bahagia, kesenangan dan lain sebagainya, ia akan refleksikan dalam bentuk penysukuran terhadap Allah SWT. Karena ia tahu dan faham bahwa hal tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya.

Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, bencana, rasa duka, sedih, kemalangan dan hal-hal negatif lainnya, ia akan bersabar. Karena ia meyakini bahwa hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang pasti memiliki rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT.

Urgensi Kesabaran

Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.

Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian “nrimo”, ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.

Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.

Makna Sabar

Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah “Shobaro”, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi “shabran”. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.


Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Qur’an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang). Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran untuk mengeyampingkan keiinginan jiwanya yang menginginkan rasa santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang yang lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar.

Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur’an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur’an menjadi beberapa macam;

1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.

2. Larangan isti’ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…”


3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: “…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.”

4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.”

5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; “Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.”

6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Qur’an (13: 23 – 24); “(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun `alaikum bima shabartum” (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Inilah diantara gambaran Al-Qur’an mengenai kesabaran. Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.

Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.

Sebagaimana dalam al-Qur’an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut;

1. Kesabaran merupakan “dhiya’ ” (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, “…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…” (HR. Muslim)

2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: “…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…” (HR. Bukhari)

3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, “…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih)

4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu’min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya.” (HR. Muslim)

5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, “Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya.” (HR. Bukhari)

6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas’ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas’ud berkata”Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, ‘Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari)


7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah.” (HR. Bukhari)

8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim)

9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, ‘Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk-Bentuk Kesabaran

Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:
1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.

Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya’.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.

2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan “menyenangkan”. Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang “menyenangkan”.

3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.

Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam Hadits
Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa hadits yang secara spesifik menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar. Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan ‘pembatasan’ pada bidang-bidang kesabaran, melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang ditekankan agar kita bersabar adalah :

1. Sabar terhadap musibah.

Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan, :

Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.’ Wanita tersebut menjawab, ‘Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.’ Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ‘(maaf) aku tadi tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama.’ (HR. Bukhari Muslim)


2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad).

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya).” HR. Muslim.


3. Sabar berjamaah, terhadap amir yang tidak disukai.

Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Ibnu Abbas ra beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melihat pada amir (pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah. (HR. Muslim)


4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan.

Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; ‘Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku ‘atsaratan’ (yaitu setiap orang menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada telagaku (kelak). (HR. Turmudzi).


5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi)


6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi

Dalam sebuah riwayat digambarkan; ‘Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. (HR. Turmudzi).

Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran

Ketidaksabaran (baca; isti’jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah;

1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.

2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur’an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.

3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.

4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.


5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti’jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat “amalan” seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)

6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.

7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.

Penutup

Inilah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mu’min, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.

Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya.
Wallahu A’lam

Rikza Maulan, Lc. M.Ag. 
by : Lutfi S Fauzan 

Prinsip Dasar Membangun Keluarga Sakinah

Prinsip-prinsip dasar Perkawinan untuk membangun keluarga sakinah adalah sebagai berikut: Pertama,  Dalam memilih calon suami/isteri, faktor agama/akhlak calon harus menjadi pertimbangan pertama sebelum keturunan, rupa dan harta, sebagaimana di­ajarkan oleh Rasul. 'Wanita (Laki2) itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya (ketampanannya) dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian beruntung. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) .Pilihlah gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas manusia) itu menurun. (H.R. Ibnu Majah).
 
Kedua, Bahwa nikah atau hidup berumah tangga itu merupakan sunnah Rasul bagi yang sudah mampu. Dalam kehidup­an berumah tangga terkandung banyak sekali keuta­maan yang bernilai ibadah, menyangkut aktualisasi diri sebagai suami/isteri, sebagai ayah/ibu. Bagi yang belum mampu disuruh bersabar dan berpuasa, tetapi jika dorongan nikah sudah tidak terkendali pada­hal ekonomi belum siap, sementara ia takut terjerumus pada perzinaan, maka agama menyuruh agar ia menikah saja, Insya Allah rizki akan datang kepada orang yang memiliki semangat menghindari dosa, entah dari mana datangnya (min haitsu la yahtasib).
 
Nabi bersabda, 'Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mampu untuk
menikah nikahlah, karena nikah itu dapat mengendalikan mata (yang jalang) dan memelihara kesucian kehormatan (dari berzina), dan barang siapa yang belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa bisa menjadi obat (dari dorongan nafsu). (H.R. Bukhari Muslim) 'Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak nikah diantara hamba-hamba sahayamu yang laki dan yang perempuan. Jika mereka fakir, Allah akan memampukan mereka dengan karunia Nya. Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. (QS. al Nur : 32)
 
Ketiga. Bahwa tingkatan ekonomi keluarga itu berhubungan dengan kesungguhan berusaha, kemampuan mengelola (managemen) dan berkah dari Allah. Ada keluarga yang ekonominya pas-pasan tetapi hidupnya bahagia dan anak-anaknya bisa sekolah sampai ke jenjang ting­gi, sementara ada keluarga yang serba berkecukupan materi tetapi suasananya gersang dan banyak urusan keluarga dan pendidikan anak terbengkalai. Berkah artinya terkum­pulnya kebaikan ilahiyyah pada sese­orang/ke­luarga/masyarakat seperti terkumpulnya air di dalam kolam. Secara sosiologis, berkah artinya terdayagunanya nikmat Allah secara optimal. Berkah dalam hidup tidak datang dengan sendirinya tetapi harus diupayakan. Firman Allah,  ekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan ber­taqwa, niscaya Kami akanmelimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami akan sisksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka. (QS. al A'raf : 96) Allah menyayangi orang yang bekerja secara halal, membelanjakan hasilnya secara sederhana, dan mengutamakan sisa (tabungan) untuk kekurangan dan kebutuhannya (di waktu mendatang). (H.R. Ibn. Najjar dari Aisyah).
 
Keempat, Suami isteri itu bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara keduanya harus ada kesesuaian ukuran, kese­suaian mode, asesoris dan pemeliharaan kebersihan. Layaknya pakaian, masing-masing suami dan isteri ha­rus bisa menjalankan fungsinya sebagai (a) penutup aurat (sesuatu yang memalukan) dari pandangan orang lain, (b) pelindung dari panas dinginnya kehidupan, dan (c) kebanggan dan keindahan bagi pasangannya. Dalam keadaan tertentu pakaian mungkin bisa diper­kecil, dilonggarkan, ditambah asesoris dan sebagainya, Mengatasi perbedaan selera, kecenderungan dan hidup antara suami isteri, diperlukan pengorbanan kedua belah pihak. Masing-masing harus bertanya: Apa yang dapat saya berikan, bukan apa yang saya mau. 'Mereka (isteri-isterimu) adalah (ibarat) pakaian kalian, dan kalian adalah (ibarat) pakaian mereka. (Surat al Baqarah 187) artinya: Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya, dan aku (Nabi) adalah orang yang paling baik terhadap isteri. (H.R. Turmuzi dari Aisyah)
 
Kelima, Bahwa cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi dan perekat rumah tangga yang sangat penting. Cinta adalah sesuatu yang suci, anuge­rah Allah dan sering tidak rasional. Cinta dipenuhi nuansa memaklumi dan memaafkan. Kesabaran, ke­setiaan, pengertian, pemberian dan pengorbanan akan mendatangkan/menyuburkan cinta, sementara penyelewengan, egoisme, kikir dan kekasaran akan menghilangkan rasa cinta. Hukama berkata: Tanda-tanda cinta sejati ialah (1) engkau lebih suka berbicara dengan dia (yang kau cintai) dibanding berbicara dengan orang lain, (2) engkau lebih suka duduk berduaan dengan dia dibanding dengan orang lain, dan (3) engkau lebih suka mengikuti kemauan dia dibanding kemauan orang lain/diri sendiri). 'Sekiranya engkau (Nabi) kasar dan keras hati ( kepada sahabat-sahabatnya), niscaya mereka lari dari sisimu. (QS. ali Imran : 159) Tidak bisa memuliakan wanita kecuali lelaki yang mulia, dan tidak sanggup menghinakan wanita kecuali lelaki yang tercela. (Hadis)
 
Keenam,. Bahwa salah satu fungsi perkawinan adalah untuk me­nyalurkan hasrat seksual secara sehat, benar dan halal. Hubungan suami isteri (persetubuhan) merupakan hak azazi, kewajiban dan kebutuhan bagi kedua belah pihak. Persetubuhan yang memenuhi tiga syarat (sehat, benar dan halal) itulah yang berkualitas, dan dapat menda­tangkan ketenteraman (sakinah). Oleh karena itu, masing-masing suami isteri harus menyadari bahwa hal itu bukan hanya hak bagi dirinya, tetapi juga hak bagi yang lain dan kewajiban bagi dirinya. Dalam Islam, hubungan seksual yang benar dan halal adalah ibadah. 
 
'Dan diantara tanda-tanda kekuasan Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri2 dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayang diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. ar Rum : 21) Nabi bersabda, Persetubuhanmu dengan isterimu itu mem­peroleh pahala. Para sahabat bertanya; Apakah orang yang menyalurkan syahwatnya dapat pahala? Nabi menjawab : Tidakkah kalian tahu bahwa jika ia menyalurkan hasratnya di tempat yang haram, maka ia berdosa? Nah, demikian pula jika menyalurkan hasratnya kepada isterinya yang halal, maka ia memperoleh pahala. (H.R. Muslim)
 

Pentingnya Belajar Asbabul Wurud Al Hadist

Assalamualaikum wr wb
Sahabatku,
Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Al Bara ‘ bin Azib, dijelaskan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda :”Masuk islamlah kamu, kemudian berperanglah!”.

Nah, jika kita tidak mengetahui latar belakang diucapkannya hadits ini, kemungkinan kita akan berkesimpulan salah, yaitu :
  • Pertama kita akan berkesimpulan: Beginilah Islam, suka berperang, ajarannya berat.

  • Kedua, jika tidak berani berperang, tidak usah masuk Islam!.

Hal lain lagi adalah kita tidak tahu kepada siapa sebenarnya perintah ini ditujukan. Tetapi setelah kita mengetahui latar belakangnya, ternyata kesimpulan di atas salah. Akibat salah menarik kesimpulan, pengamalannya-pun pasti akan salah.

Menurut Al Bara’, ternyata Hadist tersebut diucapkan Rasulullah karena saat itu timbul suatu peristiwa/kejadian yang melatar belakanginya Rasul bersabda demikian.

 Latar belakang kejadiannya adalah sbb : “Datanglah seorang laki-laki menemui Rasulullah saw, kemudian ia bertanya. “Ya Rasulullah, aku akan ikut berperang kemudian barulah aku masuk Islam. Kata Rasulullah “masuk Islamlah kamu, kemudian berperanglah”. Akhirnya laki-laki tersebut menyatakan masuk Islam dan membaca dua kalimat syahadat, kemudian ia meloncat pergi berperang bersama tentara muslimin dan terbunuh di sana. Menyaksikan kejadian tersebut, kemudia Rasulullah saw bersabda :”Dia beramal sedikit namun diberi pahala banyak”.

Sahabatku,
Pembahasan mengenai sbab-sebab Keluarnya Hadits, merupakan  salah satu dari pokok-pokok bahasan dari ilmu hadits yang berkaitan dengan matan. Ia juga merupakan salah satu jenis dari ilmu hadits yang  khusus membahas dirayah, yang mencakup sanad dan matan, dimana  ia didefinisikan sebagai: ilmu yang mempelajari tentang hakikat kebenaran sebuah riwayat, syarat-syaratnya, jenis-jenisnya, hukum-hukumnya, juga keadaan perawi beserta syarat-syarat mereka, dan klasifikasi yang telah diriwayatkan dan hal-hal yang berkaitan dengan itu

Penelitian terhadap hadis sangat diperlukan, karena hadis sampai kepada umat Islam melalui jalur dan jalan periwayatan yang panjang. Wajar apabila terdapat kesalahan-kesalahan terhadap pemahaman hadis Nabi Saw. Hadis tidak bertambah jumlahnya setelah wafatnya Rasulullah Saw. Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam terus berkembang sehubungan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu di dalam memahami hadis diperlukan metode pemahaman yang tepat melalui pendekatan yang komprehensif, baik tekstual maupun kontekstual dengan berbagai bentuk dan kaedah-kaedahnya

Sahabatku,
Sebagian hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Nabi Saw didahului oleh sebab tertentu dan ada yang tidak didahului oleh sebab tertentu. Bentuk sebab tertentu yang menjadi latar belakang terjadinya hadis, dapat berupa peristiwa secara khusus ataupun umum. Sehingga kandungan petunjuknya harus dipahami secara tekstual maupun kontekstual. Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa dalam Islam ada ajaran yang bersifat universal, temporal, dan lokal.

Dr. Yusuf Qaradhawi berpendapat bahwa untuk memahami hadist dengan baik, harus diketahui kondisi yang meliputinya serta di mana dan untuk tujuan apa diucapkan. Dengan demikian, maksud hadis benar-benar menjadi jelas dan terhindar dari berbagai perkiraan yang menyimpang. Jadi dapat diketahui mana hadis yang mempunyai sebab khusus ataupun umum, mana yang bersifat temporal, kekal, parsial atau total. Dengan demikian dapat diketahui bagimana metode pemahaman hadis nabi dengan mempertimbangkan asbabul wurudnya

Saat ini kita bisa memperoleh Buku2 Asbabun wurud (sebab-sebab turunnya Hadist) bisa dengan lebih mudah, karena saat ini sudah banyak buku yang menulis tentang hal tersebut, dan bisa kita peroleh dengan harga murah di Toko2 Buku. Namun demikian, sebagaimana asbabun nuzul alquran,  tidak semua hadits memiliki asbabul wurud, dan tidak semua asbabul wurudnya shahih, sehingga perlu ada metode tahqiq dan penjelasan agar kita bisa memahami hadist secara benar.

Sahabatku,
Jika kita tidak membaca atau mengabaikan asbabun wurud sudatu hadist, atau mengabaikan asbabun nuzul ayat2 Qur’an, maka bisa jadi kita akan bingung atau lebih ekstrim lagi bisa menjadi radikal, persis seperti para Teroris saat ini yang hanya membaca Al Qur’an dan hadist secara tekstual, tanpa memperhatikan kontekstualnya.

So, mulai sekarang, disamping kita baca Hadist, sebaiknya kita juga mempelajari asbabun wurudnya. Wallahu’alam bissawab

Billahit taufiq wal hidayah
Wassalamualaikum wr.wb
 by : Imam Puji Hartono/IPH(Gus Im)

"Utamakan SEHAT untuk duniamu, Utamakan AKHLAK dan SHALAT untuk akhiratmu"

Jumat, 29 April 2011

Kebahagiaan Seorang Suami

Kebahagiaan yang sesungguhnya bagi seorang suami begitu bermakna justru bukan dalam kegembiraan namun disaat keluarganya sedang diuji oleh Allah, Apakah dirinya sanggup melewati ujian itu atau tidak? Kekuatan cinta karena Allah akan mampu melewati semua derita, menanggung beban dalam suka maupun duka, hidup bersama istri dan anak-anaknya. Itulah kebahagiaan bagi seorang suami dengan cintanya yang tulus untuk keluarga. Pernah ada seorang bapak yang diuji oleh Allah. Istri yang dicintainya sedang sakit. bersama putrinya senantiasa menjenguk  istri tercintanya yang terbaring diranjang. disekelilingnya ada alat pengukur tekanan nafas dan tabung untuk memeriksa kesehatan. Bila sampai dirumah sakit, suami yang setia itu datang menggantikan pakaian istrinya dan menanyakan keadaan istrinya. Selalu saja tidak ada perubahan sama sekali. Kondisi istrinya tetap seperti semula. Tidak ada kemajuan atau perubahan yang membaik. Kesembuhan istrinya seolah tidak bisa diharapkan. Setelah menjenguk dan merawat istrinya, sang bapak dengan putrinya selalu memanjatkan doa kepada Allah agar memberikan kesembuhan. Setelah itu barulah meninggalkan rumah sakit. Beliau hampir setiap hari selalu menjaga, merawat dan mendoakan untuk kesembuhan istrinya.

Meluangkan waktu untuk merawat ditengah kesibukannya yang juga harus bekerja mencari nafkah. Kesediaannya merawat istri yang sedang sakit membutuhkan energi yang sangat besar. Sifat konsistensi untuk menjaga, merawat dan mendoakan istrinya yang sedang sakit sungguh sangat luar biasa. Padahal kondisi istrinya belum pulih. Bahkan ada orang yang menyarankan agar mengunjunginya seminggu sekali aja. Suami setia itu memilih tegar dan bersikukuh untuk menjaga dan merawat istrinya, 'Allah tempat memohon pertolongan.' Ditengah kegelisahan itulah beliau datang ke Rumah Amalia untuk bershodaqoh ke Rumah Amalia agar Allah berkenan memberikan kesembuhan bagi istri yang dicintainya.

Sampai suatu hari sesaat sebelum dirinya datang, istrinya bergerak dari tempat tidur. Dia merubah posisi tidurnya. Tak lama kemudian istrinya membuka kelopak matanya. dan mencopot alat bantu pernapasan. Ternyata istrinya sudah duduk tegap. Dokterpun datang membantu menolong, meminta perawat mencopot alat-alat bantu dan membersihkan bekas alat bantu ditubuhnya. 'Begitu saya datang, saya terperanjat, jantung saya seolah mau copot. Bagaimana tidak, ditengah saya kehabisan harapan, saya melihat istri saya kembali pulih.' Katanya bapak itu dengan tangis haru bercampur bahagia tidak bisa dibendung lagi. Beliau menangis, memanjatkan puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan kesembuhan total terhadap istrinya. 'Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah.' tuturnya.

Kebahagiaan Dalam Keluarga

Dalam bahasa Arab ada empat kata yang berhubungan dengan kebahagiaan, yaitu sa`adah (bahagia), falah (beruntung) dan najat (selamat) dan najah (berhasil). Jika saadah (bahagia) mengandung nuansa anugerah Allah setelah terlebih dahulu mengarungi kesulitan, maka falah mengandung arti menemukan apa yang dicari (idrak al bughyah). Falah ada dua macam, dunyawi dan ukhrawi. Falah duniawi adalah memperoleh kebahagiaan yang membuat hidup di dunia terasa nikmat, yakni menemukan (a) keabadian (terbatas); umur panjang, sehat terus, kebutuhan tercukupi terus dsb, (b) kekayaan; segala yang dimiliki jauh melebihi dari yang dibutuhkan, dan (c) kehormatan sosial.

Sedangkan falah ukhrawi terdiri dari empat macam, yaitu (a) keabadian tanpa batas, (b) kekayaan tanpa ada lagi yang dibutuhkan, (c) kehormatan tanpa ada unsur kehinaan dan (d) pengetahuan hingga tiada lagi yang tidak diketahui. Sedangkan najat merupakan kebahagiaan yang dirasakan karena merasa terbebas dari ancaman yang menakutkan, misalnya ketika ternyata seluruh keluarganya selamat dari gelombang tsunami. Adapun najah adalah perasaan bahagia karena yang diidam-idamkan ternyata terkabul, padahal ia sudah merasa pesimis, misalnya keluarga miskin yang sepuluh anaknya berhasil menjadi sarjana semua.

Kesenangan berdimensi horizontal, sedangkan kebahagiaan berdimensi horizontal dan vertikal. Orang masih bisa menguraikan anatomi kesenangan yang diperolehnya, tetapi ia akan susah mengungkap rincian kebahagiaan yang dirasakannya. Air mata bahagia merupakan wujud ketidakmampuan kata-kata. Prof. Fuad Hasan dalam bukunya Pengalaman Naik Haji mengaku tidak bisa menerangkan kenapa beliau menangis di depan Ka`bah, karena kebahagiaan yang beliau alami berdimensi vertikal, bernuansa anugerah, bukan prestasi. Banyak mempelai menitikkan air mata ketika akad nikah, demikian juga kedua orang tuanya, dan mereka tidak bisa menerangkan anatomi perasaan bahagianya.

Kebahagiaan berkaitan dengan tingkat kesulitan yang dialami. Kebahagiaan sesungguhynya dalam kehidupan keluarga bukan ketika akad nikah, bukan pula ketika bulan madu, tetapi ketika pasangan itu telah membuktikan mampu mengarungi samudera kehidupan hingga ke pantai tujuan, dan di pantai tujuan ia mendapati anak cucu yang sukses dan terhormat. Sungguh orang sangat menderita ketika di ujung umurnya menyaksikan anak-anak dan cucu-cucunya nya sengsara dan hidup susah, meski perjalanan bahtera rumah tangganya penuh dengan sukses story. Kebahagiaan biasanya datang setelah orang sukses mengatasi kesulitan yang panjang, tetapi tidak semua kesulitan mengantar pada kebahagiaan yang sebenarnya.

Menurut hadis Nabi ada empat pilar kebahagiaan dalam hidup berumah tangga (1) isteri/suami yang setia (2) anak-anak yang berbakti (3) lingkungan sosial yang sehat dan (4) rizkinya dekat. Kesetiaan membuat hati tenang dan bangga, anak-anak yang berbakti menjadikannya sebagai buah hati, lingkungan sosial yang sehat menghilangkan rasa khawatir dan rizki yang dekat merangsang optimisme, idealisme dan kegigihan.

Rabu, 27 April 2011

Menyembuhkan Kepedihan

Tidak semua kehidupan keluarga sempurna, utuh dan langgeng. Adakalanya kenyataan pahit kehilangan orang yang kita cintai karena perceraian atau kematian terjadi tanpa bisa menghindarinya. Kehilangan sesuatu yang berarti dalam hidup kita tentunya menimbulkan kepedihan, apa lagi kehilangan seseorang yang kita cintai dan kita harapkan, bahkan seluruh hidup kita bergantung pada kehadirannya maka rasa duka yang mengiringi kepergiannya terasa amat berat dan tak terhapuskan. Setiap kenangan dan benda mengingatkan kita kepada orang yang kita cintai membuat luka hati menganga kembali dan rasa sakit menyayat, terasa begitu sangat perih. Sejauh mana kenangan itu tersimpan tergantung hubungan kita dengan orang yang pergi itu. Cinta yang mesra menimbulkan kenangan manis sedangkan hubungan yang penuh pertengkaran atau penghianatan menimbulkan kebencian yang membara dan setiap benda, tempat, orang dan masalah yang berkaitan dengan orang itu menimbulkan kenangan pahit.

Apa yang kita pernah alami entah itu baik ataupun buruk, manis ataupun pahit, tentu saja akan membuat kita menjadi teringat meski hal itu sudah berlangsung lama. Kenangan akan sesuatu adalah bagian memori kita yang cepat atau lambat akan berlalu karena perasaan apapun yang anda miliki boleh saja, bukan semata masalah itu benar atau salah. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana menyembuhkan kedukaan dan menggunakan kenangan yang terlintas dalam pikiran anda terhadap orang yang telah meninggalkan anda untuk hal-hal yang positif dan tidak merusak diri anda sendiri. Proses kedukaan yang terjadi setelah kehilangan adalah sebagai berikut.

Pertama, Penolakan. Kita cenderung menolak untuk mengakui perpisahan, perceraian atau kematian yang terjadi pada orang yang kita cintai. 'Tidak mungkin ini terjadi pada diriku, ini tidak mengganggu saya, kami hanya berpisah tempat.

Kedua, Marah. Menyalahkan diri sendiri, orang lain bahkan menyalahkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas kejadian yang menimpa dirinya. Marah membutuhkan sasaran. Marah adalah peraaan merupakan wujud reaktif dari kekecewaan.

Ketiga, Tawar menawar. Membuat keadaan sedemikian rupa sehingga tidak perlu menghadapi atau menerima kenyataan yang ada. Misalnya merasa diri sakit atau tidak berdaya sehingga orang lain memaklumi keadaan selanjutnya.

Keempat, depresi. Kurang tenaga untuk memulihkan keadaan, rasa bersalah, marah yang dipendam. 'Aku harus..' Dia seharusnya..' Kenapa mesti terjadi pada diriku seperti ini..'

Kelima, Menerima dengan ikhlas. Menerima dan mengakui kenyataan apa yang sebenarnya terjadi bahwa semua itu adalah ketetapan Allah yang harus dilalui dengan penuh syukur sekalipun hal itu pahit untuk dijalani dalam hidup. Sikap menerima dengan ikhlas inilah yang mampu menyembuhkan kedukaan.

Hendaknya dibedakan menerima dengan ikhlas dengan menyerah pasrah, menerima dengan ikhlas adalah menerima keadaan dengan bersedia mengakui kenyataan yang ada wujud kasih sayang Allah kepada kita, hal itu membuat kita menjadi tidak marah kepada siapapun dan apapun, mengatasi keadaan, berusaha mencari jalan keluar dari kesulitan dan hambatan yang terjadi karena kehilangan tersebut. Sedangkan menyerah pasrah adalah menerima keadaan yang terjadi dengan perasaan terpaksa, putus asa, merasa tidak berdaya dan tidak berusaha mencari jalan keluar dari kesulitan yang ada. Bersikap pasif dan masa bodoh, menerima nasib tanpa berjuang untuk memperbaikinya.

Setelah menerima dengan ikhlas yang terpenting mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa. Berdoa adalah curhat kepada Allah, dengan berdoa, anda mengurai perasaan luka dihati, ketidakberdayaan, kesedihan, kekecewaan, harapan dan menyerahkan diri secara total kepadaNya. demikian beban berat yang anda rasakan akan menjadi lebih ringan. Itulah sebabnya doa sangat menolong anda untuk menyembuhkan kedukaan karena Allah yang Maha Pengasih tidak akan pernah membiarkan anda berjalan sendirian dan kesepian.

Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dialah sebaik-baiknya pelindung. (QS. Ali Imran :173)

::: Surga Allah Untukmu :::

Dadaku menjadi sesak karena kesusahan sebuah peristiwa
Namun mungkin saja kesusahan itu akan menjadi kebaikan
Banyak hari yang diawali oleh kesuntukan
Dan pada akhirnya menjadi keindahan dan ketentraman
Tak pernah aku sempit karena kesuntukan
Kecuali akan datang sendiri jalan keluar untukku

Mungkin saja cobaan yang menimpamu
Akan lebih baik ujungnya
Tidak ada pilihan bagiku kiranya
Selain kudatangi pintu MU, Tuhan
Tak rubuh tak ada yang patah
Aku pasrah menyerah....


Amboi, betapakah
Harus kulafalkan keindahanmu
Ketinggian sungaimu yang serasi dengan intan
Udaranya yang tak pernah kuhirup sesejuk ini
Mata mereka akan menyorot
Ketika dilihatnya sinar-sinar surya
Seperti mata rusa yang merah, seperti mata elang yang tajam

Aku ingin mencintaimu dengan indah
Seperti indahnya taman surga
Aku ingin mencintaimu dengan lembut
Selembut sutra dan tetesan airmata
Aku ingin melihatmu dengan tenang
Setenang mentari dan sinar pagi
Aku masih menyayangimu
Seperti sayang nya engkau terhadapku

Ingatlah ....
Kesedihan dan tangisan telah membuat kita lemah!
Tangisan telah membuatmu gelisah
Kesedihan telah membuatmu gundah
Bangkitlah...
Karena ada saat-saat terindah dalam hidup kita

Tersenyumlah ....
Karena senyuman akan membuatmu indah
Tersenyumlah..
Karena senyuman akan menciptakan suasana yang cerah
Berhentilah dari kesedihan
Berhentilah dari tangisan, kegundahan dan kecemasan
Berhentilah dari penyesalan masa lalu
Berhentilah dari rasa ketakutan dan bayang-bayang kosong
Mari tersenyum
Dan mudah-mudahan Allah melapangkan hati kita
Mencerahkan jiwa kita
Serta menanamkan kebahagiaan dan ketenangan dalam batin kita

Betapapun kulukiskan keagunganMU dengan deretan huruf
KekudusanMU tetap meliputi semua arwah
Engkau tetap yang Maha Agung
Sedang semua makna akan lebur
Ditengah keagungan MU wahai Rabb-ku
Allah lah sinar penerang kegelapan
Petunjuk jalan dari kesesatan
Obor bagi sebuah kemenangan
Sedang Cahaya NYA meliputi langit dan bumi

Diatas tanah yang sepetak ini ,mari kita bangun sebuah rumah sederhana saja...
Cukup pintunya terbuat dari emas, beratap cukim yang lantainya dari pualam...
Tak usah megah-megah...
Biarkan dindingnya tegak dari intan dan berlian
Bahkan kalau perlu kita pasang gentingnya dari ratna mutu manikam....

Surga Allah untukmu Sahabat..!
Mari kita raih kemenangan.... InsyaAllah

~ Violet Senja ~

::: Aku Berzikir :::



Aku berzikir, air udara berzikir, tanah, akar, daun yang luruh jatuh berzikir
Galaksi, supernova, black hole alam raya tak terbatas berzikir, virus-virus dan
Plasma-plasma berzikir, bayi-bayi dalam kandungan berzikir,
 Ruas-ruas tulangku berzikir, kutub-kutub  benua berzikir,  kaum muslimin berzikir,
Kaum mukminin berzikir, Arifin Ilham berzikir, Jamaah berzikir....

.....................berzikirkah aku?
Jika dengan mata nanar dan liur syahwatku yang  membuncah-buncah,
Aku terbiasa menikmati program pornografi di PC, koran, radio, televisi,
Majalah dan tabloid hiburan..... sehingga ketika kanak-kanakku , siswa SD yang lugu
Diseluruh negeri di bombardir komik stensilan 2500-an, aku bergeming tak keberatan...
Karena aku beranggapan , memang beginilah  kehidupan menjadi umat terkebelakang...


......................berzikirkah aku?
Jika aku, diantara waktu-waktu shalatku, masih melakukan kesepakatan dengan setan,
Masih senang menerima suapan, besar-besaran atau kecil-kecilan,
Masih mati-matian meninggikan derajat demi pandangan orang,
Masih senang mendengar tepuk tangan dan pujian,
Masih memilih  para pemimpin yang suka makan enak dan hidup senang-senang,
Masih dapat tidur tentram ditengah moral masyarakat yang semakin tenggelam....

......................berzikirkah aku?
Jika di dinding- dinding ruang tamu , ruang tidurku dan diruang2 lain dirumahku (Allah Maha Tahu),
Menempel disana  berjuta timbunan kata-kata kasarku,
Dengan geram kemarahanku pada satu persatu anggota keluargaku,
Terekam bahkan disana  adegan-adegan yang memalukan yang tidak berperasaan
Dan sesekali , hingga hari ini masih kujalankan...

..................berzikirkah aku?

Aku berzikir dengan tunduk malu,
Aku berzikir dengan segenap perasaan sesalku
Aku berzikir lantaran mengharap Rahmat dan Ampunan-MU
Atas semua dosa pribadi dan dosa sosialku,
Atas semua kelalaian dan ketidakpedulianku....

Ya Allah, sungguh tak mudah memelihara-MU dalam ingatan selalu....
Tak mudah menjalankan semua perintah, walau airmata ini sering tumpah sudah,
Tak mudah meninggalkan larangan tanpa kecuali,
Meski telah berbelas kali berjamaah zikir begini...

Karena atas segala tawaran dunia.... jujur saja aku masih sering terperdaya...
Terhadap semua yang dilarang kerjakan, aku masih sering teramat sayang,
Terhadap semua  janji akhirat yang difirmankan, sebaliknya aku belum dapat keyakinan...

Aku merasa akhirat belum terlihat jelas, sampai-sampai aku harus berkata pada nafsuku,
“APAKAH ENGKAU INGIN MENYAKSIKAN KIAMAT  BETULAN, UNTUK MENDAPATKAN KESHALIHAN?”
Aku Gerakkan lidah-ku, aku arahkan otakku, aku gelorakan kalbuku,
Untuk berzikir mendekat pada-MU,
Dengan segala kekurangan ini , dengan tumpukan dosa dan kemaksiatan ini,
Janganlah ditutup pintu tobat itu,
Jangan KAU  campakkan lagi aku...

Jangan KAU tolak aku YA RABBI, hamba yang penuh dosa ini,
Mengetuk- ngetuk di pintu-MU,
Menunggu dan menunggu ,  PADUKA bukakan Pintu.....

( Neno warisman dalam “Izinkan Aku bertutur)

Tujuan Utama Membangun Keluarga Sakinah

Tujuan utama membangun keluarga sakinah adalah untuk menggapai ridla Allah. ibtigha’a mardlatillah. Apapun boleh yang penting diridlai Allah. Apalah artinya pangkat tinggi dan gaji besar jika tidak diridlai olehNya. Ridla artinya senang. Jadi segala pertimbangan tentang tujuan, terpulang kepada apakah yang kita lakukan dan apa yang kita gapai itu sesuatu yang disukai atau diridlai Allah atau tidak. Jika kita berusaha memperoleh ridlaNya, maka apapun yang diberikan Allah kepada kita, kita akan menerimanya dengan ridla (senang) pula, ridla dan dirdlai, radliyatan mardliyyah.

Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengetahui sesuatu itu diridlai atau tidak oleh Allah. Tolok ukur pertama adalah syari’at atau aturan agama. Sesuatu yang diharamkan Allah pasti tidak diridlai, dan sesuatu yang halal akan diridlai, sekurang-kurangnya tidak dilarang. Selanjutnya nilai-nilai akhlak akan menjadi tolok ukur tentang kesempurnaan, misalnya, memberi kepada orang yang meminta karena kebutuhan adalah sesuatu yang diridlai, tidak memberi tidaklah berdosa tetapi kurang disukai. Nah memberi sebelum orang yang memiliki kebutuhan itu meminta bantuan adalah perbuatan yang sangat diridlai Allah. Timbulnya perasaan ridla didasari oleh tingkat pengenalan kepada orang. Memperoleh pemberian adalah sesuatu yang menyenangkan, tetapi memperoleh pemberian dari orang yang kita sayangi dan kita tahu diapun menyayangi kita pastilah lebih menyenangkan.

Orang yang tahu & mengenal Allah (Makrifatullah) akan merasa ridla atas apapun yang dianugerahkan Allah kepadanya, selanjutnya iapun paham apa yang disukai dan yang tidak disukai olehNya. Jika orang merasa hidupnya diridlai Allah maka iapun merasa dirinya bermakna, dan dengan merasa bermakna itu ia merasa sangat berbahagia. Sebaliknya jika seseorang merasa hidupnya tak diridlai Allah, maka ia merasa semua yang dikerjakanya tidak berguna, dan bahkan iapun merasa dirinya tak berguna. Orang yang merasa kehadirannya berguna bagi pasangan hidupnnya & orang lain maka ia akan memiliki semangat hidup, semangat bekerja, semangat berjuang, yang berat terasa ringan, pengorbanannya terasa indah. Sedangkan orang yang merasa dirinya tak berguna pasangan hidupnya dan orang lain maka ia tidak memiliki semangat hidup, tidak memiliki semangat bekerja, merasa sepi di tengah keramaian dan lebih sepi lagi dalam kesendirian. Itulah sebabnya di dalam keluarga yang sakinah memiliki tujuan hidupnya adalah menjadi sebuah keluarga yang diridlai oleh Allah maka menjadi keluarga yang bahagia di dunia dan diakhirat. Menurut Sabda Nabi Muhammad disebutkan, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni (a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah), (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat , dan (d) dekat rizkinya.

Senin, 25 April 2011

Cinta Itu Membahagiakan

Cinta itu membahagiakan justru ketika kita sedang diuji, orang yang kita cintai berkhianat namun akhirnya minta bantuan kita dan kita membantunya. Itulah cinta yang membahagiakan hidup kita, kkita tetap tangguh, tidak peduli badai yang menimpa hidup ini. Ada seorang Ibu yang berkenan bershodaqoh di Rumah Amalia sebagai wujud tanda syukur kepada Allah yang telah mengembalikan keutuhan keluarganya, beliau bertutur bahwa awalnya ia dikhianati oleh suami yang juga seorang pengusaha sukses, cintanya kepada istrinya luntur karena tergoda oleh perempuan lain. keluarganya berakhir dengan perceraian dan suamimeninggalkan ia serta anak-anaknya.

Seiring waktu pengusaha ini ternyata menikah dengan seorang perempuan yang hanya ingin mendapatkan materi dan kekayaannya semata. Setahun kemudian kekayaannya terkuras habis, pertengkaran demi pertengkaran terjadi terus menerus. Konflik rumah tangga seolah tiada akhir dan membuatnya sakit keras dan masuk rumah sakit. Ditengah sakit, istrinya tidak mau merawat dan mengurus suaminya. Dalam kondisi sakit dan sendiri si pengusaha itu menghubungi mantan istrinya. Dia mencoba mengabarkan keadaan dirinya yang tengah terbaring di Rumah Sakit. 'Aku sakit, Tolong aku Ma, aku menyesal dan minta maaf telah melukai hatimu.' tuturnya. 'Istrimu kemana?' 'Entahlah, kami sudah berpisah,' jawabnya melemah.

Ibu itu menangis mendengar kabar mantan suaminya yang tengah terbaring di Rumah Sakit. Tanpa berpikir panjang Ia mengambil uang di buku tabungan. Anaknya sempat melarang, 'Ma, untuk apa Mama peduli dengan ayah yang tidak bertanggungjawab, kita juga hidup susah Ma. Ayah telah membuat hidup kita menderita.' Dengan berlinangan air mata sang ibu kemudian menjelaskan kepada anaknya. 'Dek, Mama tahu adek menderita karena ayah. Ingatlah dek, Allah mengajarkan kita agar kita sebagai hambaNya membalas keburukan siapapun dengan kasih sayang.' Anak dan ibu terlihat berdua menangis karena relung hatinya dipenuhi kasih sayang Allah.

Sang Ibu lalu bergegas ke Rumah Sakit untuk merawatnya, laki-laki yang pernah mengkhianati & melukai hatinya. Kesembuhannya membawa berkah. Menyadarkan untuk rujuk kembali bersama anak dan istrinya. Di Rumah Amalia bersama suami dan anaknya telah menemukan kebahagiaan kembali, wajahnya memancarkan kedamaian ditengah keluarga yang telah utuh kembali. Itulah cinta yang membahagiakan. Bila kita mengerti, kita tidak akan mengeluh menjalani kesulitan hidup ini. karena cinta Allah kepada kita senantiasa hadir dan menguatkan kita dalam menghadapi badai kehidupan.

'Dan sungguh akan Kami beri cobaan kepadaMu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan 'Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun' . (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNya kami kembali). Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.' (QS. al-Baqarah : 155-157).

Minggu, 24 April 2011

Memilih Pasangan Menuju Keluarga Sakinah

Di dalam membangun keluarga sakinah, salah satu upaya yang paling penting adalah memilih pasangan yang tepat. Lantas bagaimana caranya memilih pasangan untuk menuju keluarga sakinah? Di dalam memilih pasangan, ada peranan rasa dan ada peranan ilmu. Perasaan cocok sering lebih 'benar' dibanding pertimbangan ilmiah Jika seorang wanita dalam pertemuan pertama dengan seorang lelaki langsung merasa bahwa lelaki itu terasa sreg untuk menjadi suami, meski ia belum mengetahui secara detail siapa identitas si lelaki itu, biasanya faktor perasaan sreg itu akan menjadi faktor dominan dalam mempertimbangkan. Sudah barang tentu ada orang yang tertipu oleh hallo efec, yakni langsung tertarik oleh penampilan, padahal sebenarnya penampilan palsu.

Sementara itu argumen rasional berdasar data lengkap tentang berbagai segi dari karakteristik lelaki atau perempuan, mungkin dapat memuaskan logika, tetapi mungkin terasa kering, karena pernikahan bukan semata masalah logika, tetapi justeru lebih merupakan masalah perasaan. Ada pasangan suami isteri yang dari segi infrastruktur logis (misalnya keduanya ganteng dan cantik, usia sebaya, rumah tempat tinggalnya bagus, penghasilan mencukupi, kelengkapan hidup lengkap) mestinya bahagia, tetapi pasangan itu justru melewati hari-harinya dengan suasana kering dan membosankan, karena hubunganya lebih bersifat formal dibanding rasa. Perasaan sreg dan cocok akan dapat mendistorsi berbagai kekurangan, sehingga meski mereka hidup dalam kesahajaan, tetapi mereka kaya dengan perasaan, sehingga mereka dapat merasa ramai dalam keberduaan, merasa meriah dalam kesunyian malam, merasa ringan dalam memikul beban, merasa sebentar dalam mengarungi perjalanan panjang. Mereka sudah melewati usia 40 tahun perkawinan, tetapi serasa masih pengantin baru.

Agama adalah tuntunan hidup kita, oleh karena itu tuntunannya juga sejalan dengan fikiran (logika) dan perasaan secara umum. kita diciptakan Allah dengan dilengkapi fitrah kecenderungan (syahwat) yang bersifat universal seperti yang disebut dalam al Qur’an. 'Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita2, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga) Q/3:14)

Adalah manusiawi jika kita tertarik kepada lawan jenis, bangga memiliki anak-anak yang banyak dan sukses, senang memiliki benda-benda berharga, kendaraan bagus , kebun luas dan binatang ternak. Kita secara manusiawi menyukai kenikmatan, kebanggaan dan kenyamanan. Sepanjang syahwatnya ditunaikan secara benar dan syah (halal) maka ia bisa menjadi sesuatu yang dipandang ibadah, atau sekurangnya mubah, tidak haram. Jika lelaki menginginkan memiliki isteri yang cantik dan kaya, atau seorang wanita menginginkan memiliki suami yang ganteng dan kaya, maka syahwat seperti itu adalah syahwat yang wajar dan sah karena hal itu merupakan fitrah yang dilekatkan Allah kepada kita.

Akan tetapi kita juga memiliki hawa disamping syahwat. Hawa atau yang dalam bahasa Indonesia disebut hawa nafsu adalah dorongan (syahwat) kepada sesuatu yang bersifat rendah, segera, dan tidak menghiraukan nilai-nilai moral, atau apa yang dalam teori Freud disebut id, yakni aspek hewani dari manusia, dari struktur id, ego dan superego (hewani, akali dan moral). Jika orang dalam memilih lebih depangaruhi oleh hawa, maka kecenderunganya adalah pada kenikmatan segera atau bahkan kenikmatan sesaat, bukan pada kebahagiaan abadi. Jika orang dalam memilih lebih dipengaruhi oleh tuntunan nurani dan agama, maka pertimbangannnya lebih pada memilih kebahagiaan abadi, meski untuk itu sudah terbayang harus melampaui terlebih dahulu fase-fase kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan kepahitan hidup. Agama, seperti yang dianjurkan oleh Nabi memberikan tuntunan dalam memilih pasangan. Ada empat pertimbangan yang secara sosial selalu diperhatikan pada calon pasangan yang akan dipilih, yaitu harta, keturunan , kecantikan, keturunan dan agama. Artinya, Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian beruntung. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Sabtu, 23 April 2011

Futuuhul Ghaib Risalah 41 Mutiara Karya Syeikh Abdul Qadir Jailani



Risalah 41
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani


Akan kami paparkan bagimu sebuah misal tentang kelimpahan, dan kami berkata, "Tidakkah kau lihat seorang raja yang menjadikan seorang biasa sebagai gabenor kota tertentu, memberinya pakaian kehormatan, bendera, panji-panji dan tentera, sehingga ia merasa aman mulai yakin bahawa hal itu akan kekal, bangga dengannya, dan lupa akan keadaan sebelumnya. Ia terseret oleh kebanggaan, kesombongan, dan kesia-siaan. Maka, datanglah perintah pemecatan dari raja. Dan sang raja meminta penjelasan atas kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya dan pelanggarannya atas perintah dan larangannya. Lalu sang raja memenjarakannya di dalam sebuah penjara yang sempit dan gelap serta memperlama pemenjaraannya, dan orang itu terus menderita, terhina dan sengsara, akibat ketakabburan dan kesia-siaannya, dirinya hancur,
api kehendaknya padam, dan semua ini terjadi di depan mata sang raja dan diketahuinya.
Setelah itu ia menjadi kasihan terhadap orang itu, dan memerintahkan agar ia dibebaskan dari penjara, disertai kelembutan terhadapnya, dianugerahkan kembali pakaian kehormatan, dan dijadikannya kembali ia sebagai gabenor. Ia menganugerahkan semua ini kepada orang itu sebagai kurnia percuma. Kemudian ia menjadi teguh, bersih, berkecukupan dan terahmati.

Beginilah keadaan seorang beriman yang didekatkan dan dipilih-Nya.

Ia bukakan di hadapan mata hatinya pintu-pintu kasih-sayang, kemurahan dan pahala. Maka, ia melihat dengan hatinya yang mata tak pernah melihat, yang telinga tak pernah mendengar, yang hati manusia tak tahu akan hal-hal ghaib dari kerajaan lelangit dan bumi, akan kedekatan dengan-Nya, akan kata manis, janji menyenangkan, limpahan kasih-sayang, akan diterimanya doa dan kebajikan, dan akan dipenuhinya janji serta kata-kata bijak bagi hatinya, yang menyatakan sendiri melalui lidahnya, dan dengan semua ini Ia sempurnakan bagi orang ini kurnia-kurnia-Nya pada tubuhnya, yang berupa makanan, minuman, pakaian, isteri yang halal, hal-hal lain yang halal dan pemerhati terhadap hukum dan tindak pengabdian. Lalu, Allah memelihara keadaan ini bagi hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba merasa aman di dalamnya, terkecoh olehnya dan percaya bahawa hal itu kekal. Maka, Allah membukakan baginya pintu-pintu musibah, aneka kesulitan hidup, milikan, isteri, anak, dan mencabut darinya segala kurnia yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya sebelum ini, sehingga ia terkulai, hancur dan terputus dari masyarakatnya.

Bila ia melihat keadaan-keadaan lahiriahnya, maka ia melihat hal-hal yang buruk baginya. Bila ia melihat hati dan jiwanya, maka ia melihat hal-hal yang menyedihkannya. Jika ia memohon kepada Allah untuk menjauhkan kesulitannya, maka permohonannya itu tak diterima. Jika ia memohon janji baik, ia tak segera mendapatkannya. Jika ia berjanji, ia tak tahu tentang pemenuhannya. Bila ia bermimpi, ia tak bisa menafsirkannya dan tak tahu tentang kebenarannya. Bila ia bermaksud kembali kepada manusia, ia tak mendapatkan sarana untuk itu. Bila ada sesuatu pilihan baginya dan ia bertindak berdasarkan pilihan itu, maka ia segera tersiksa, tangan-tangan orang memegang tubuhnya, dan lidah-lidah mereka menyerang kehormatannya.

Bila ia hendak melepaskan dirinya dari keadaan ini, dan kembali kepada keadaan sebelumnya, ia gagal. Bila ia memohon agar dikurniakan pengabdian, ketercerahan dan kebahagiaan di tengah-tengah musibah yang dialaminya, permohonannya itu pun tak diterima.

Maka, dirinya mulai meleleh, hawa nafsunya mulai sirna, maksud-maksud serta kerinduan-kerinduannya mulai pupus, dan kemaujudan segala suatu menjadi tiada. Keadaannya ini diperpanjang dan kian hebat, hingga sang hamba berlalu dari sifat-sifat manusia. Tinggallah ia sebagai ruh. Ia mendengar panggilan jiwa kepadanya:
"Hentamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum." (QS 38:42)

Sebagaimana panggilan kepada Nabi Ayub as. Lalu Allah mengalirkan samudera kasih-sayang dan kelembutan-Nya ke dalam hatinya, menggelorakannya dengan kebahagiaan, aroma harum pengetahuan tentang hakikat dan ketinggian pengetahuan-Nya, membukakan baginya pintu-pintu nikmat dalam segala keadaan hidup, membuat para raja mengabdi kepadanya, menyempurnakan baginya nikmat-nikmat-Nya lahiriah dan ruhaniah, menyempurnakan lahiriahnya melalui makhluk dan rahmat-rahmat lain-Nya, menyempurnakan ruhaninya dengan kelembutan dan kurnia-Nya, dan membuat keadaan ini berkesinambungan baginya, hingga ia menghadap-Nya. Kemudian Ia memasukkannya ke dalam yang mata tak pernah melihat, yang telinga tak pernah mendengar dan yang tak pernah tersirat dalam hati manusia, sebagaimana firman-Nya:

"Tiada jiwa yang tahu yang disembunyikan bagi mereka, yang akan mengenakkan mata mereka, balasan bagi yang telah mereka perbuat." (QS 32:17)

Bersambung....
*** 
Disalin tanpa Edit dari Futuuhul ghaib (Penyingkap keghaiban) Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani