Minggu, 25 Mei 2008

Kesetiaan

Malam sudah larut. Saya membuka pintu dan memberi salam. terdengar jawaban salam yang begitu pelan karena Istri saya nampak sibuk menyeterika sambil melapalkan bacaan ayat-ayat suci al-Qur'an yang dihapalkannya diluar kepala. wajahnya nampak tersenyum dan mengatakan, "Mas, udah makan?" "sudah tadi makan bakso di Sarinah." Jawab saya. Wajahnya nampak berkeringat dengan kesetiaannya setiap malam menunggu saya pulang.

Itulah sebabnya buat saya kesetiaan merupakan jaminan untuk menjaga sebuah kepercayaan. kesetiaan yang utama adalah kesetiaan kepada pasangan hidup saya, yang setiap malam selalu berdoa agar diri saya pulang dengan selamat. Kesetiaan buat saya berarti juga kebahagiaan buat hana, putri saya. maka Bersyukurlah saya sebab apapun yang saya kerjakan selalu saja mendapat dukungan dari orang yang saya cintai dan dengan dukungan itulah saya menjaga kesetiaan, karena kesetiaan adalah kebahagiaan hidup.

Hampir setiap orang menempatkan kehidupan keluarga sebagai ukuran kebahagiaan yang sebenarnya. Meski seseorang gagal karirnya di luar rumah, tetapi sukses membangun keluarga yang kokoh dan sejahtera, maka tetaplah ia dipandang sebagai orang yang sukses dan berbahagia. Sebaliknya orang yang sukses di luar rumah, tetapi keluarganya berantakan, maka ia tidak disebut orang yang beruntung karena betapapun sukses diraih, tetapi kegagalan dalam rumah tangganya akan tercermin di wajahnya, tercermin pula pada pola hidupnya yang tidak bahagia.

Selasa, 20 Mei 2008

“Hana Sayang Ayah..”

Setiap Hana mau tidur selalu terucap kata-kata dari bibirnya yang mungil, “Hana sayang ayah..” kata-kata itu buat saya seolah keajaiban dalam hidup saya. Seorang anak kata-kata itu muncul tidak direkayasa dan tidak didramatisir, semuanya mengalir dari hatinya yang tulus.

Bagi seorang anak kehidupan sehari-hari yang dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang kedua orang tuanya akan menumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan menemukan konsep dirinya. Saya teringat sewaktu saya masih kecil, bapak saya suka mengajar mengaji anak-anak dan juga tetangga sekitarnya. Terkadang ada pedagang keliling, tukang becak, pengamen, peminta-minta juga ikutan yasinan tiap malam jumat. Kala itu bapak berkata pada saya, ”Mereka itu tamu-tamu Alloh, kita harus menghormatinya.”

Kata-kata itulah yang selalu terngiang di dalam telinga saya, bahwa siapapun yang hadir dirumah kita, yang kita jumpai dijalanan, di kantor semuanya adalah tamu-tamu Alloh yang harus selalu dihormati. Dan itu telah membentuk konsep diri saya untuk selalu memuliakan orang lain.

Ketika sekarang saya menjadi seorang ayah, apapun yang saya lakukan selalu saja membentuk konsep diri terhadap Hana putri saya. Hubungan saya dengan istri saya merupakan bentuk pembelajaran secara langsung bagi diri Hana. Setiap kali istri saya memanggil, saya selalu menjawab, ”iya sayang...” membuat Hana tersenyum.

Itulah sebabnya sangatlah penting bagi saya menjadikan keluargaku adalah surgaku. Menumbuhkan rasa aman dan nyaman bagi istri saya dan Hana dengan dilandasi cinta dan kasih sayang berarti menjadikan keluarga seindah surga.

Dalam tidur lelapnya Hana terkadang Hana masih juga mengucapkan kata-kata itu, ”Hana sayang ayah..” saya pun mencium pipinya yang mungil, ”ayah juga sayang ama Hana...”

Kamis, 15 Mei 2008

Gadis Kecil, Pengamen di bus

Disaat saya naik patas AC 44 Senen Ciledug penumpang belum begitu banyak. Sambil menunggu bus berangkat, saya suka membaca buku. Tak lama bus akhirnya berangkat juga. Ada gadis cilik yang selalu mengenali saya, dia pengamen dengan suara kecilnya yang parau. Entah kenapa kalo setiap gadis kecil ini selesai menyanyi selalu saja menyempatkan untuk berbagi rizki dengannya.

Gadis kecil ini seolah mengingatkan saya pada Hana putri saya. gadis kecil itu begitu cantik dan indah dengan segenap ketulusan hatinya bernyanyi untuk mengais rizki.saya sempat terpikir, apakah ketika saya berbagi rizki dengannya berarti saya mengajarinya menjadi pengemis? sayapun tak sanggup untuk menjawabnya. gadis kecil teramat mulia dimata Alloh SWT sebab jika seorang PSK saja bisa masuk surga karena menyelamatkan seekor anjing. Lantas bagaimana jika gadis kecil ini mengamen untuk menyelamatkan keluarganya?

Saya tersentak dalam lamunan, didepan nampak wajah mungil itu. selembar ribuan saya memberikannya. "terima kasih..om"begitu yang terucap dari bibir mungilnya. Di depan stasiun Gambir terdengar teriakannya, "Bang, kiri bang..."

Selasa, 13 Mei 2008

Bapak Tua, Penarik Gerobak Sampah

saya selalu ingat lelaki tua itu menarik gerobak sampahnya. Setiap kali bertemu saya selalu menyapa dengan senyuman pada wajahnya yang keriput. "Mas Agus, tindak (berangkat)?" sapanya. "iya pak, udah agak terlambat nih.." kata saya.

Sepuluh tahun lalu saya mengenal beliau karena suka berjamaah dimasjid, biasa selepas sholat maghrib berjamaah suka mengajak ngobrol tentang kehidupan. Terkadang saya diajak ke rumah beliau. Kata istrinya, bapak ini suka sekali aneh setiap ada pedagang yang ke rumah selalu saja dia beli, padahal bapak tidak butuh barang itu. Itulah kata istrinya yang selalu saya ingat tentang beliau.

Setelah sekian lama tidak bertemu sampai akhirnya saya mendapatkan kabar bahwa bapak pengangkut sampah itu meninggal dunia, saya menyempatkan untuk takziah sebagai penghormatan terhadap beliau. Rupanya yang ikut mengantarkan jenazahnya begitu banyak. Sampai dijalanan panjang sekali. Saya sempat berpikir, tentunya bapak ini bukan orang sembarangan begitu banyak orang yang merasa kehilangan. ternyata yang saya perkirakan benar, menurut penuturan salah satu putra, pelayat yang banyak turut mengantar jenazahnya adalah para pedagang yang setiap hari selalu mampir ke rumahnya.

Subhanallah ternyata bapak yang pekerjaannya cuman menarik gerobak sampah bukan hanya mampu membina keluarganya dan mendidik anak-anaknya menjadi sholeh namun juga membuat hidupnya menjadi bermakna bagi orang lain, hal itulah yang membuat banyak orang merasa kehilangan.

Tak terasa air mata saya menetes mengenang beliau disaat pagi hari yang selalu menyapa saya dengan senyumannya yang khas.

Minggu, 11 Mei 2008

Ahad Pagi

Hari masih belum begitu terang, motor melaju dengan kencang. Dari arah Ciledug saya menuju ke Bekasi. Terbayang anak-anak Yatim yang sedang tersenyum manis untuk Berbagi Cinta dan kebahagiaan. Jam 7.30 saya sampai di Duta Harapan Bekasi. Bertemu dengan teman-teman Tahajjud Call merupakan kebahagiaan buat saya.

Tak lama kemudian anak-anak itu hadir dengan wajah yang berseri, saya bertegur sapa dengan adek-adek itu. "Namanya siapa?" tanya saya. "saya andi kak." jawabnya. "Andi kelas berapa?" "Kelas dua kak.." wajah andi terlihat manis jika tersenyum dengan teman-temannya yang juga ikut bersalaman.

"Andi besok gede pengen jadi apa?"tanya saya. "Pengen jadi dokter kak.."jawab andi sementara temen2 tertawa mendengar kata andi. Tak terasa mata saya menjadi sembab. anak-anak itu begitu gembira. begitu antusianya mereka untuk hadir ditengah kami. Kehadiran mereka adalah kebahagiaan buat kami. Sekitar 53 lebih anak-anak itu bermain dan bersuka cita berbaur menjadi satu dengan teman TC yang pada hari Ahad kemaren.

Dengan diakhiri doa oleh Ustadz Iwan dengan harapan semoga tali silaturahmi kami tetap terjalin, Sungguh indahnya hidup ini kami bisa berbagi cinta dan kebahagiaan dengan satu bukti peran serta dan partisipasi teman2 semua makin meneguhkan masih banyak orang-orang yang tulus ikhlas berkenan berbagi cinta dan kebahagiaan.

Terima kasih buat teman2 semua yang kemaren hadir, salam cinta dan kebahagiaan buat semuanya aja deh..

Senin, 05 Mei 2008

Kisah Cinta Seorang Anak..

(ditulis oleh Cristine Wili)

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja.

Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.

Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun, Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.


Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu.tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric. Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu." aku menceritakannya juga dengan terisak-isak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric...

Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.

"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"

Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"

Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu...

"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."

Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana."

Bagaimana komentar anda tentang kisah ini?